Aku memang ketagihan bermain cinta dengan wanita setengah baya alias STW. Ada lagi pengalaman nyata yang kualami. Pengalamanku menaklukkan kakak iparku yang pendiam dan agak religius. Entah setan mana yang merasuki diriku karena aku menjerumuskan orang baik-baik kedalam neraka nafsu.
Kejadiannya begini, suatu hari rumahku kedatangan tamu dari Padang. Elsa Tati kakak tertua istriku. Dia datang ke Jakarta karena tugas kantor ikut seminar di kantor pusat sebuah bank pemerintah. Elsa adalah kepala cabang di Padang, Elsa menginap dirumah kami. Dari pada menginap di hotel, mendingan juga uang.
Hotel disimpan buat beli oleh-oleh. Selama seminggu dia tinggal dirumahku. Dari istriku kutau kalau Elsa Tati berusia 40 tahun. Suaminya sudah meningal 2 tahun lalu karena kecelakaan. Orangnya cantik, putih, tinggi semampai. Lebih tepatnya kubilang anggun karena orangnya cenderung diam dan sangat religius.
Selama di Jakarta, setiap ada kesempatan aku dan istriku mengajak Elsa jalan-jalan, maklum ini kunjungan pertamanya ke Jakarta, biasanya ke mal karena waktunya sempit. Kami sudah berencana pas hari Sabtu akan jalan-jalan ke Taman Safari
Tiba hari Sabtu, istriku ternyata punya tugas mendadak dari kantor yaitu harus mengawasi pameran di Mangga Dua. Gagal deh rencana jalan-jalan ke Taman Safari. Istriku mengusulkan agar aku tetap mengantar Elsa jalan-jalan misalkan ke Ancol saja dan pulangnya bisa jemput istriku di Mangga Dua.
Sebetulnya aku agak males kalo nggak ada istriku. Aku merasa risih harus jalan berdua Elsa karena orangnya pendiam. Akupun menduga Elsa pasti nggak mau. Tapi tanpa dinyata ternyata Elsa menyetujui usul istriku.
Pagi-pagi banget istriku sudah berangkat naik KRL dari stasiun Pondok Ranji. Rumahku yang didaerah Bintaro cukup jauh dari Mangga Dua dan Ancol. Sementara menunggu Elsa yang lagi jalan-jalan pagi aku sendirian dirumah menyeruput kopi dan merokok.
Kami berencana jalan jam 10 pagi. Sehabis ngopi dan merokok, aku kembali tidur-tiduran di kamarku menunggu jam. Pikiranku melayang membayangkan kakak istriku ini. Elsa Tati sangat menarik perhatianku secara sexual. Jeleknya aku, mulia keluar. Aku tertantang menaklukkan wanita baik-baik, aku tertantang menaklukkan Elsa. Mumpung ada kesempatan. Dasar setan selalu mencari kesempatan menggoda.
Kuatur jebakan untuk memancing Elsa. Aku buru-buru mandi membasuh badan dan keramas. Dengan berlilit handuk aku menunggu kepulangan Elsa dari olahraga paginya. Sekitar 10 menit aku menunggu dibalik horden dan kulihat Elsa memasuki pagar depan dengan pintu besi yang agak berderit.
Sengaja pintu rumah aku tutup tapi dibiarkan tak terkunci. Aku berlalu menuju kamarku dan segera memasang jebakan untuk mengejutkan Elsa. Aku masuk kamarku dan segera bertelanjang bulat. Pintu kamar kubuka lebar-lebar, jendela kamar juga kubuka biar isi kamar mendapat penerangan jelas.
Kudengar pintu depan berbunyi seperti ditutup. Akupun mulai beraksi. Dengan bertelanjang bulat aku menunggu Elsa melewati kamarku dengan harapan dia melihat tubuh dan penisku yang sedari tadi berdiri tegak membayangkan petualangan ini.
Handuk kututupkan ke kepala seolah-olah sedang mengeringkan rambut yang basah sehabis keramas. Aku berpura-pura tidak melihat dan tidak menyadari kehadiran Elsa. Dari bakik handuk yang kusibak sedikit, kulihat sepasang sepatu kets melintas kamarku. Aku yakin Elsa pasti melihat tubuhku yang polos dengan jElsaor yang tegak berdiri.
Nafsuku semakin menggeliat ketika kuamati dari balik handuk sepasang sepatu yang tadinya hampir melewati kamarku kini seperti terpaku berhenti didepan kamar tanpa beranjak. Aku semakin aktif menggosok-gosok rambutku dan berpura-pura tak tau kalo ada orang. Beberapa detik aku berbuat begitu dan aku merencanakan sensasi berikut.
Dengan tiba-tiba kuturunkan handuk dan menengok ke arah pintu kamar. Aku pura-pura kaget menyadari ada orang. “E..eee…maaf Elsa, aku kira nggak ada orang,” kataku seraya mendekati pintu seolah-olah ingin menutup pintu. Aku tidak berusaha menutup kemaluanku yang menantang. Malah kubiarkan Elsa terdiam memandangi tubuhku yang polos mendekat kearahnya.
Dengan tenagnya seolah aku berpakaian lengkap kudekati Elsa dan sekali lagi memohon maaf.
“Maaf ya Elsa, aku terbiasa seperti ini. Aku nggak sadar kalau ada tamu dirumha ini,” kataku sambil berdiri didepan pintu mau menutup daun pintu.
Tiba-tiba seperti tersadar Elsa bergegas meninggalkanku sambil berkata “i…i…iya , tidak apa-apa…..”. Dia langsung masuk ke kamar belakang yang diperuntukkan kepadanya selama tingal dirumahku. Aku kemudian memakai celana pendek tanpa CD dan mengenakan kaos oblong lantas smengetok pintu kamar Elsa.
“Ada apa Remon,” ujar Elsa setelah membuka pintu. Kulihat dia tidak berani menatapku. Mungkin malu. Membaca situasi seperti itu, aku tidak menyiakan kesempatan. “Elsa, maafkan Remon ya…aku lupa kalau ada tamu dirumah ini,” kataku merangkai obrolan biar nyambung.
“Nggap apa-apa, cuma Elsa malu hati, sungguh Elsa malu melihat kamu telanjang tadi,” balasnya tanpa mau menatap aku. “Kenapa musti malu? Kan nggak sengaja, apa lagi Elsa kan sudah pernah menikah jadi sudah biasa melihat yang tegak-tegak seperti itu,” kataku memancing reaksinya.
“Sejujurnya Elsa tadi kaget setengah mati melihat kamu begitu. Yang Elsa malu, tanpa sadar Elsa terpaku didepan kamarmu. Jujur aja Elsa sudah lama tidak melihat seperti itu jadi Elsa seperti terpana,” katanya sambil berlari ketempat tidurnya dan mulai sesenggukan. Aku jadi ngak tega. Kudekati Elsa dan kuberanikan memegang pundaknua seraya menenangkannya.
“Sudalah nggak usah malu, kan cuma kita berdua yang tau.” Melihat reaksinya yang diam saja, aku mulai berani duduk disampingnya dan merangkul pundaknya. Kuusap-usap rambutnya agak lama tanpa berkata apa-apa. Ketika kurasa sudah agak tenang kusarankan untuk mandi aja. Kutuntun tangannya dan sekonyong-konyong setan mendorongku untuk memeluk saat Elsa sudah berdiri didepanku.
Lama kupeluk erat, Elsa diam saja. Mukanya diselusupkan didadaku. Payudaranya yang masih kencang serasa menempel didadaku. Sangat terasa debar jantungnya. Perlahan tangaku kuselusupkan ke balik kaos bagian belakang berbarengan dengan ciumanku yang mendarat dibibirnya.
“Jangan Ndy…dosa,” katanya sambil melepaskan diri dari pelukanku. Namun pelukanku tidak mau melepaskan tubuh sintal yang sedang didekapnya. Daam usaha kedua Elsa sudah menyerah. Bibirnya dibiarkan kulumat walau masih tanpa perlawanan. Kucoba lagi menyelusupkan tangan dibalik kaosnya, kali ini bagian depan. Tangan kanan yang menggerayang langsung pada sasaran…putting susu sebelah kiri. Elsa menggeliat.
Pilinan jariku di payudaranya membuat nafsunya naik. Aku tau dari desiran nafasnya yang mulai memburu. Aku heran juga dengan wanita ini, tetap diam tanpa perlawanan. Mungkin ini style wanita baik-baik. Bagusnya, semua apa yang kulakukan tidak ada penolakan. Seperti dicocok hidungnya Elsa menurut saja dengan apa yang kulakukan terhadapnya.
Perlahan kubuka kaosnya, kubukan celana panjang trainings pack-nya, kubuka Bh nya, kubuka CD-nya , Elsa diam saja. Kubopong tubuhnya ketempat tidur. Kubuka kaosku, kubuka celana pendekku……..Elsa masih diam.
Lidahku mulai bermain disekujur tubuhnya. Dari ujung kepala, turun ke telinga, ke bibir, ke leher…perlahan kusapu dadanya, payudaranya kulumat dengan gigitan kecil…turun lagi kebawah, pusarnya kukorek dengan lidahku….turun lagi ke sekumpulan rambut dan kedua pahanya hujilat-jilat terus sampai keujung jempol kaki. Aku tidak merasa jijik karena tubuh Elsa yang putih bersih sangat membangkitkan gairah.
Kukangkangkan kakinya, Elsa masih diam saja. Tapi kuamati matanya terpejam menikmati sentuhan tiap jengkal ditubuhnya. Baru ketika kudaratkan sapuan lidahku di bibuir memek dan klitorisnya Elsa tiba-tiba berteriak ,” Ahhhhhhhh……..”
“Kenapa Elsa….Sakit?,” tanyaku. Elsa hanya menggeleng. Dan aktifitas jilat menjilat memek itu kulanjutkan. Elsa menggelinjang dahsyat dan tiba-tiba dia meraung..”Remonyyyyyy… ayo Remon….jangan siksa aku dengan nikmat…ayo Remon tuntaskan….Elsa udah nggak tahan,” katanya.
Aku tidak mau berlama-lama. Tanpa banyak variasi lagi langsung kunaiki kedua pahanya dan kutusukkan penisku kelobah surganya yang sudah basah kuyup. Dengan sekali sentak semua batangku yang panjang melesak kedalam. Agak seret kurasakan, mungkin karena sudah dua tahun nganggur dari aktifitas. Kugenjot pantatku dengan irama tetap, keluar dan masuk. Elsa semakin menggelinjang.
Aku pikir nggak usah lama-lama bersensasi, tuntaskan saja. Lain waktu baru lama. Melihat reaksinya pertanda mau orgasme , gerakan pantatku semakin cepat dan kencang. Elsa meronta-ronta , menarik segala apa yang bisa ditariknya, bantal, sepre. Tubuhku tak luput dari tarikannya. Semua itu dilakukan dengan lebih banyak diam.
Dan tiba-tiba tubuhnya mengejang, “Ahhhhhhhhhhhhhhhh…….,” lolongan panjangnya menandakan dia mencapai puncak. Aku mempercepat kocokanku diatas tubuhnya.
Tiba-tiba aku didikejutkan dengan hentakan tubuhnya dibarengi tanganya yang mendorong tubuhku. “Jangan keluarin didalam ….aku lagi subur,” suaranya tresengal-sengal ditengah gelombang kenikmatan yang belum mereda.
Kekagetanku hilang setelah tau reaksinya. “Baik Elsa cantik, Remon keluarin diluar ya,” balasku sambil kembali memasukkan JElsaor ku yang sempat terlepas dari memeknya karena dorongan yang cukup keras. Kembali kupompa pinggulku. Aku rasa kali ini Elsa agak rileks. Tapi tetap dengan diam tanpa banyak reaksi Elsa menerima enjotanku. Hanya wajahnya yang kadang-kadang meringis keenakan.
Dan sampailah saatnya, ketika punyaku terasa mulai berkedut-kedut, cepat-cepat kucabut dari memek Elsa dan kugencet batang penisku sambil menyemprotkan sperma. Kuhitung ada lima kali penisku meludah. Sekujur tubuh Elsa yang mulus ketumpahan spermaku. Bahkan wajahnyapun belepotan cairan putih kental. Dan aku terkulai lemas penuh kenikmatan. Kulihat Elsa bagkit mengambil tisu dan meneyka badan serta mukanya.
“Remon…kamu sudah memberikan apa yang belum pernah Elsa rasakan,” kata wanita cantik itu sambil rebahan disampingku.
Dengan persetujuan Elsa, kami menelpon istriku mengabarkan kalau batal ke Ancol karena Elsa nggak enak badan. Padahal kami melanjutkan skenario cinta yang menyesatkan. Kami masih tiga kali lagi melakukan persetubuhan. Dalam dua sessi berikut sangat kelihatan perkembangan yang terjadi sama Elsa.
Kalo permainan pertama dia banyak diam, permainan kedua mulai melawan, permainan ketiga menjadi dominan, permainan keempat menjadi buas….buas…sangat buas. Aku sempat memakai kondom biar bisa dengan leluasa menumpahkan sperma saat punyaku ada didalam memeknya.
“Aku sadar ini dosa, tapi aku juga menikmati apa yang belum pernah aku rasakan selama bersuami. Suamiku itu adalah pilihan orang tua dan selisih 20 tahun dengan Elsa. Sampai Uda meninggal, Elsa tidak pernah merasakan kenikmatan sexual seperti ini.
Sebetulnya Elsa masih kepengen nikah lagi tapi tidak pernah ketemu orang yang tepat. Mungkin posisi Elsa sebagai kepala bagian membuat banyak pria menjauh.” Cerita Elsa sebelum kami sama-sama tertidur pulas.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,